Pilkada DKI Jakarta merupakan Pilkada yang unik ketika mempertimbangkan karakteristik pemilihnya. Pemilih DKI Jakarta punya proporsi kelas menengah paling besar dibanding daerah-daerah lain. Beberapa cirinya, antara lain: mayoritas warganya berpendidikan SLTA ke atas; pendapatan per kapita rata-rata sudah mencapai 10 ribu dollar per tahun, jauh di atas angka nasional (sekitar 3-4 ribu dollar), dan; ekspos pada berita di media massa paling tinggi dibanding daerah lain.
Semua ciri di atas terjadi karena DKI Jakarta sebagai Ibukota negara adalah tempat menumpuknya orang kaya dan orang terpelajar di Tanah Air. Bersamaan dengan itu, komunitas Muslim DKI Jakarta yang proporsinya 85% dari total penduduk, cenderung sekular dalam politik. Sekularisasi politik ini terlihat menguat dengan semakin merosotnya dukungan pada partai Islam di DKI Jakarta, dan terakhir kekalahan Hidayat Nur Wahid yang punya kridensial politisi Islam dalam Pilkada DKI Jakarta putaran pertama. Juga kekalahan PKS dalam Pilkada 2007.
Kalau mau disederhanakan, model perilaku politik kelas menengah DKI Jakarta adalah sebagai berikut:
pilihan pada calon = penilaian terhadap kinerja incumbent + agama + etnik + sosial ekonomi (pendidikan + income) + mobilisasi. Betulkah demikian?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut kami melakukan survei perilaku pemilih warga DKI Jakarta. Paparan di bawah adalah hasil survei terakhir pada 2-7 September 2012.
Survei ini terselenggara berkat kerjasama LSI dengan Majalah Mingguan TEMPO.
Rilis survei diadakan pada Minggu, 16 September 2012, dengan menghadirkan pembicara:
Kuskridho Ambardi, Ph.D
(Direktur Eksekutif LSI)
Hendro Prasetyo, Ph.D
(Direktur Riset LSI)
Wahyu Muryadi
(Pemred Majalah TEMPO)
Download Release selengkapnya:
Comments